Asal Mula Komodo(sejarah komodo)
SYDNEY - Para peneliti meyakini komodo
dragon, yang merupakan spesies hewan reptil
terbesar di dunia, berkembang di Australia dan
menyebar ke wilayah Indonesia yang kini
menjadi 'rumah' mereka.
Dahulu, para peneliti menduga komodo dragon
yang dikenal dengan nama latin varanus
komodoensis berkembang biak di wilayah kecil
yang terisolir di sebuah pulau di Indonesia.
Mereka terus berkembang dan membesarkan
struktur tubuh mereka sebagai respons
terhadap kelemahan mereka dalam berkompetisi
dengan hewan predator lain atau pemburu pada
masa itu.
Setelah tiga tahun berlalu, tim ilmuwan
internasional menemukan sejumlah besar fosil
Komodo dragon yang berasal dari wilayah timur
Australia yang berumur sekira 300 ributahun
hingga empat juta tahun lalu.
Selama empat juta tahun, Australia telah
menjadi rumah bagi reptil raksasa tersebut,
termasuk juga Komodo megalenia yang
berukuran lima meter dan punah sekira 40
ributahun lalu, pernah mendiami wilayah
Australia.
Dan kita bisa bilang bahwa Australia juga
merupakan tempat kelahiran komodo dragon.
Para peneliti menyebutkan, nenek moyang
Komodo dragon kemungkinan besar berkembang
biak di Australia dan populasinya menyebar
hingga Pulau Flores di Indonesia sekira 900
ribu tahun lalu.
Hasil perbandingan antara fosil dan komodo
dragons yang masih hidup di wilayah Flores
memperlihatkan bahwa ukuran tubuh reptils tersebut tidak berubah.
Spesies Komodo
1.ssAnatomi dan morfologi Komod0
Di alam bebas, komodo dewasa biasanya
memiliki massa sekitar 70 kilogram, namun
komodo yang dipelihara di penangkaran sering
memiliki bobot tubuh yang lebih besar.
Spesimen liar terbesar yang pernah ada
memiliki panjang sebesar 3.13 meter dan berat
sekitar 166 kilogram, termasuk berat makanan
yang belum dicerna di dalam perutnya. Meski
komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang
masih hidup, namun bukan yang terpanjang.
Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua
(Varanus salvadorii). Komodo memiliki ekor
yang sama panjang dengan tubuhnya, dan
sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam
sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti.
Air liur komodo sering kali bercampur sedikit
darah karena giginya hampir seluruhnya
dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini
tercabik selama makan Kondisi ini menciptakan
lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk
bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka.
Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna
kuning dan bercabang. Komodo jantan lebih
besar daripada komodo betina, dengan warna
kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu
bata, sementara komodo betina lebih berwarna
hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil
kuning pada tenggorokannya. Komodo muda
lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau
dan putih pada latar belakang hitam.
1.Fisiologi
Taukah anda bahwa ‘’Komodo tak memiliki
indera pendengaran??”, meski dia memiliki
lubang telinga.Biawak ini mampu melihat
hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya
hanya memiliki sel kerucut, hewan ini agaknya
tak begitu baik melihat di kegelapan malam.
Komodo mampu membedakan warna namun tidak
seberapa mampu membedakan obyek yang tak
bergerak. Komodo menggunakan lidahnya untuk
mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti
reptil lainnya, dengan indera vomeronasal
memanfaatkan organ Jacobson, suatu
kemampuan yang dapat membantu navigasi pada
saat gelap. Dengan bantuan angin dan
kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan
dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat
mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh
4—9.5 kilometer. Lubang hidung komodo bukan
merupakan alat penciuman yang baik karena
mereka tidak memiliki sekat rongga badan.]
Hewan ini tidak memiliki indra perasa di
lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf
perasa di bagian belakang tenggorokan.
Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya
diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang
terhubung dengan saraf yang memfasilitasi
rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar
telinga, bibir, dagu dan tapak kaki memiliki
tiga sensor rangsangan atau lebih.
Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian
mendapatkan bahwa bisikan, suara yang
meningkat dan teriakan ternyata tidak
mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo
liar. Hal ini terbantah kemudian ketika
karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan
Proctor melatih biawak untuk keluar makan
dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak
terlihat oleh si biawak.
Kaki dan ekor komodo.
Komodo secara alami hanya ditemui di
Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca
dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara.
Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana
dan hutan tropis pada ketinggian rendah,
biawak ini menyukai tempat panas dan kering
ini. Mereka aktif pada siang hari, walaupun
terkadang aktif juga pada malam hari. Komodo
adalah binatang yang penyendiri, berkumpul
bersama hanya pada saat makan dan
berkembang biak. Reptil besar ini dapat
berlari cepat hingga 20 kilometer per jam pada
jarak yang pendek; berenang dengan sangat
baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter;
serta pandai memanjat pohon menggunakan
cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap
mangsa yang berada di luar jangkauannya,
komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya
dan menggunakan ekornya sebagai penunjang.
Dengan bertambahnya umur, komodo lebih
menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena
ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya
memanjat pohon.
Untuk tempat berlindung, komodo menggali
lubang selebar 1–3 meter dengan tungkai depan
dan cakarnya yang kuat. Karena besar
tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang,
komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama
malam hari dan mengurangi waktu berjemur
pada pagi selanjutnya.] Komodo umumnya
berburu pada siang hingga sore hari, tetapi
tetap berteduh selama bagian hari yang
terpanas. Tempat-tempat sembunyi komodo ini
biasanya berada di daerah gumuk atau
perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka
dari vegetasi, dan di sana-sini berserak
kotoran hewan penghuninya. Tempat ini
umumnya juga merupakan lokasi yang strategis
untuk menyergap rusa.
~ Perilaku makan seekor komodo
Komodo di Rinca.
Komodo tergolong hewan karnivora.Karena dia
memakan bangkai dan daging.Hmm,,,,Tetapi.....
Walaupun mereka kebanyakan makan daging
bangkai, penelitian menunjukkan bahwa mereka
juga berburu mangsa hidup dengan cara
mengendap-endap diikuti dengan serangan tibatiba
terhadap korbannya. Ketika mangsa itu
tiba di dekat tempat sembunyi komodo, hewan
ini segera menyerangnya pada sisi bawah
tubuh atau tenggorokan. Ganas
bukan??Tetapi...Komodo juga dapat menemukan
mangsanya dengan menggunakan penciumannya
yang tajam, yang dapat menemukan binatang
mati atau sekarat pada jarak hingga 9,5
kilometer.
Komodo muda di Rinca yang makan bangkai
kerbau.
Reptil purba ini makan dengan cara mencabik
potongan besar daging dan lalu menelannya
bulat-bulat sementara tungkai depannya
menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa
berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa
jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi
perut mangsa yang berupa tumbuhan biasanya
dibiarkan tak disentuh. Air liur yang
kemerahan dan keluar dalam jumlah banyak
amat membantu komodo dalam menelan
mangsanya. Meski demikian, proses menelan
tetap memakan waktu yang panjang; 15–20
menit diperlukan untuk menelan seekor
kambing. Komodo terkadang berusaha
mempercepat proses menelan itu dengan
menekankan daging bangkai mangsanya ke
sebatang pohon, agar karkas itu bisa masuk
melewati kerongkongannya. Dan kadang-kadang
pula upaya menekan itu begitu keras sehingga
pohon itu menjadi rebah. Untuk menghindari
agar tak tercekik ketika menelan, komodo
bernafas melalui sebuah saluran kecil di bawah
lidah, yang berhubungan langsung dengan paruparunya.
Rahangnya yang dapat dikembangkan
dengan leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan
lambungnya yang dapat melar luar biasa
memungkinkan komodo menyantap mangsa yang
besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya
sendiri dalam satu kali makan. Setelah makan,
komodo menyeret tubuhnya yang kekenyangan
mencari sinar matahari untuk berjemur dan
mempercepat proses pencernaan. Kalau tidak,
makanan itu dapat membusuk dalam perutnya
dan meracuni tubuhnya sendiri. Dikarenakan
metabolismenya yang lamban, komodo besar
dapat bertahan dengan hanya makan 12 kali
setahun atau kira-kira sekali sebulan. Setelah
daging mangsanya tercerna, komodo
memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut dan gigi
mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur
dengan lendir berbau busuk, gumpalan mana
dikenal sebagai gastric pellet. Setelah itu
komodo menyapukan wajahnya ke tanah atau ke
semak-semak untuk membersihkan sisa-sisa
lendir yang masih menempel; perilaku yang
menimbulkan dugaan bahwa komodo,
sebagaimana halnya manusia, tidak menyukai
bau ludahnya sendiri.
Dalam kumpulan, komodo yang berukuran paling
besar biasanya makan lebih dahulu, diikuti
yang berukuran lebih kecil menurut hirarki.
Jantan terbesar menunjukkan dominansinya
melalui bahasa tubuh dan desisannya; yang
disambut dengan bahasa yang sama oleh jantanjantan
lain yang lebih kecil untuk
memperlihatkan pengakuannya atas kekuasaan
itu. Komodo-komodo yang berukuran sama
mungkin akan berkelahi mengadu kekuatan,
dengan cara semacam gulat biawak, hingga
salah satunya mengaku kalah dan mundur;
meskipun adakalanya yang kalah dapat
terbunuh dalam perkelahian dan dimangsa oleh
si pemenang.
Mangsa biawak komodo amat bervariasi,
mencakup aneka avertebrata, reptil lain
(termasuk pula komodo yang bertubuh lebih
kecil), burung dan telurnya, mamalia kecil,
monyet, babi hutan, kambing, rusa, kuda, dan
kerbau. Komodo muda memangsa serangga,
telur, cecak, dan mamalia kecil. Kadang-kadang
komodo juga memangsa manusia dan mayat yang
digali dari lubang makam yang dangkal.
Kebiasaan ini menyebabkan penduduk pulau
Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih
mengubur jenazah di tanah liat, serta menutupi
atasnya dengan batu-batu agar tak dapat
digali komodo. Ada pula yang menduga bahwa
komodo berevolusi untuk memangsa gajah kerdil
Stegodon yang pernah hidup di Flores. Komodo
juga pernah teramati ketika mengejutkan dan
menakuti rusa-rusa betina yang tengah hamil,
dengan harapan agar keguguran dan bangkai
janinnya dapat dimangsa; suatu perilaku yang
juga didapati pada predator besar di Afrika.
Karena tak memiliki sekat rongga badan,
komodo tak dapat menghirup air atau menjilati
air untuk minum (seperti kucing). Alih-alih,
komodo ‘mencedok’ air dengan seluruh
mulutnya, lalu mengangkat kepalanya agar air
mengalir masuk ke perutnya.
Bisa dan bakteri
Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas
Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa
biawak Perentie (Varanus giganteus) dan
biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari
suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam
bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka
akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan
infeksi karena adanya bakteria yang hidup di
mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti
ini menunjukkan bahwa efek langsung yang
muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan
oleh masuknya bisa berkekuatan menengah.
Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di
tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus
varius, V. scalaris dan komodo, dan semuanya
memperlihatkan reaksi yang serupa: bengkak
secara cepat dalam beberapa menit, gangguan
lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang
mencekam hingga ke siku, dengan beberapa
gejala yang bertahan hingga beberapa jam
kemudian. Sebuah kelenjar yang berisi bisa
yang amat beracun telah berhasil diambil dari
mulut seekor komodo di Kebun Binatang
Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan
kandungan bisa yang dipunyai komodo
Di samping mengandung bisa, air liur komodo
juga memiliki aneka bakteri mematikan di
dalamnya; lebih dari 28 bakteri Gram-negatif
dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air
liur ini. Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan
septikemia pada korbannya; jika gigitan
komodo tidak langsung membunuh mangsa dan
mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya
mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu
satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang
paling mematikan di air liur komodo agaknya
adalah bakteri Pasteurella multocida yang
sangat mematikan; diketahui melalui percobaan
dengan tikus laboratorium. Karena komodo
nampaknya kebal terhadap mikrobanya sendiri,
banyak penelitian dilakukan untuk mencari
molekul antibakteri dengan harapan dapat
digunakan untuk pengobatan manusia.
3.Reproduksi Komodo
Musim kawin terjadi antara bulan Mei
dan Agustus, dan telur Komodo diletakkan pada
bulan September.
Selama periode ini,
Komodo jantan
bertempur untuk
mempertahankan
betina dan
teritorinya dengan cara “bergulat” dengan
jantan lainnya sambil berdiri di atas kaki
belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh
dan “terkunci” ke tanah. Kedua Komodo jantan
itu dapat muntah atau buang air besar ketika
bersiap untuk bertempur. Pemenang
pertarungan akan menjentikkan lidah
panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat
penerimaan sang betina.
Komodo betina bersifat antagonis dan melawan
dengan gigi dan cakar mereka selama awal fase
berpasangan. Selanjutnya, jantan harus
sepenuhnya mengendalikan betina selama
bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku lain
yang diperlihatkan selama proses ini adalah
jantan menggosokkan dagu mereka pada si
betina, garukan keras di atas punggung dan
menjilat. Kopulasi terjadi ketika jantan
memasukan salah satu hemipenisnya ke kloaka
betina. Komodo dapat bersifat monogamus dan
membentuk “pasangan”, suatu sifat yang
langka untuk kadal.
Betina akan meletakkan telurnya di lubang
tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan
sarang burung gosong berkaki-jingga yang
telah ditinggalkan. Komodo lebih suka
menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah
ditinggalkan. Sebuah sarang Komodo rata-rata
berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7 –
8 bulan. Betina berbaring di atas telur-telur
itu untuk mengerami dan melindunginya sampai
menetas di sekitar bulan April, pada akhir
musim hujan ketika terdapat sangat banyak
serangga.
Proses penetasan adalah usaha melelahkan
untuk anak Komodo, yang keluar dari cangkang
telur setelah menyobeknya dengan gigi telur
yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini
selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur,
bayi Komodo dapat berbaring di cangkang telur
mereka untuk beberapa jam sebelum memulai
menggali keluar sarang mereka. Ketika
menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya
dan dapat dimangsa oleh predator.
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun
pertamanya di atas pohon, tempat mereka
relatif aman dari predator, termasuk dari
Komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10%
dari makanannya adalah biawak-biawak muda
yang berhasil diburu. Komodo membutuhkan
tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa,
dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.
Di samping proses reproduksi yang normal,
terdapat beberapa contoh kasus Komodo betina
menghasilkan anak tanpa kehadiran pejantan
(Partenogenesis), fenomena yang juga
diketahui muncul pada beberapa spesies reptil
lainnya seperti pada Cnemidophorus.
memasukan salah satu hemipenisnya ke kloaka
betina. Komodo dapat bersifat monogamus dan
membentuk "pasangan," suatu sifat yang langka
untuk kadal.
Betina akan meletakkan telurnya di lubang
tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan
sarang burung gosong berkaki-jingga yang
telah ditinggalkan. Komodo lebih suka
menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah
ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata
berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7–8
bulan. Betina berbaring di atas telur-telur itu
untuk mengerami dan melindunginya sampai
menetas di sekitar bulan April, pada akhir
musim hujan ketika terdapat sangat banyak
serangga.
Proses penetasan adalah usaha melelahkan
untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang
telur setelah menyobeknya dengan gigi telur
yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini
selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur,
bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur
mereka untuk beberapa jam sebelum memulai
menggali keluar sarang mereka. Ketika
menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya
dan dapat dimangsa oleh predator.
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun
pertamanya di atas pohon, tempat mereka
relatif aman dari predator, termasuk dari
komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10%
dari makanannya adalah biawak-biawak muda
yang berhasil diburu. Komodo membutuhkan
tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa,
dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.
Di samping proses reproduksi yang normal,
terdapat beberapa contoh kasus komodo betina
menghasilkan anak tanpa kehadiran pejantan
(partenogenesis), fenomena yang juga
diketahui muncul pada beberapa spesies reptil
lainnya seperti pada Cnemidophorus.
4.Partenogenesis
Bayi komodo partenogenetik di Kebun Binatang
Chester, Inggris.
Sungai, seekor komodo di Kebun Binatang
London, telah bertelur pada awal tahun 2006
setelah dipisah dari jantan selama lebih dari
dua tahun. Ilmuwan pada awalnya mengira
bahwa komodo ini dapat menyimpan sperma
beberapa lama hasil dari perkawinan dengan
komodo jantan di waktu sebelumnya, suatu
adaptasi yang dikenal dengan istilah
superfekundasi.[34]
Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan
bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun
Binatang Chester, Inggris adalah komodo kedua
yang diketahui menghasilkan telur tanpa
fertilisasi (pembuahan dari perkawinan): ia
mengeluarkan 11 telur, dan 7 di antaranya
berhasil menetas.Peneliti dari Universitas
Liverpool di Inggris utara melakukan tes
genetika pada tiga telur yang gagal menetas
setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti
bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik
dengan komodo jantan. Setelah temuan yang
mengejutkan ini, pengujian lalu dilakukan
terhadap telur-telur Sungai dan mendapatkan
bahwa telur-telur itupun dihasilkan tanpa
pembuahan dari luar.
Bayi komodo partenogenetik di Kebun Binatang
Chester, Inggris.
Komodo memiliki sistem penentuan seks
kromosomal ZW, bukan sistem penentuan seks
XY. Keturunan Flora yang berkelamin jantan,
menunjukkan terjadinya beberapa hal. Yalah
bahwa telur Flora yang tidak dibuahi bersifat
haploid pada mulanya dan kemudian
menggandakan kromosomnya sendiri menjadi
diploid; dan bahwa ia tidak menghasilkan telur
diploid, sebagaimana bisa terjadi jika salah
satu proses pembelahan-reduksi meiosis pada
ovariumnya gagal. Ketika komodo betina
(memiliki kromosom seks ZW) menghasilkan
anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya
salah satu dari pasangan-pasangan kromosom
yang dipunyainya, termasuk satu dari dua
kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal
ini kemudian diduplikasi dalam telur, yang
berkembang secara partenogenetika. Telur
yang menerima kromosom Z akan menjadi ZZ
(jantan); dan yang menerima kromosom W akan
menjadi WW dan gagal untuk berkembang.
Diduga bahwa adaptasi reproduktif semacam
ini memungkinkan seekor hewan betina
memasuki sebuah relung ekologi yang terisolasi
(seperti halnya pulau) dan dengan cara
partenogenesis kemudian menghasilkan
keturunan jantan. Melalui perkawinan dengan
anaknya itu di saat yang berikutnya hewanhewan
ini dapat membentuk populasi yang
bereproduksi secara seksual, karena dapat
menghasilkan keturunan jantan dan
betina.Meskipun adaptasi ini bersifat
menguntungkan, kebun binatang perlu waspada
kerena partenogenesis mungkin dapat
mengurangi keragaman genetika.
Pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang
Sedgwick County di Wichita, Kansas menjadi
kebun binatang yang pertama kali
mendokumentasi partenogenesis pada komodo di
Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua
komodo betina dewasa, yang salah satu di
antaranya menghasilkan 17 butir telur pada 19-
20 Mei 2007. Hanya dua telur yang
diinkubasi dan ditetaskan karena persoalan
ketersediaan ruang; yang pertama menetas
pada 31 Januari 2008, diikuti oleh yang kedua
pada 1 Februari. Kedua anak komodo itu
berkelamin jantan.
5.Evolusi
Perkembangan evolusi komodo dimulai dengan
marga Varanus, yang muncul di Asia sekitar
40 juta tahun yang silam dan lalu bermigrasi
ke Australia. Sekitar 15 juta tahun yang lalu,
pertemuan lempeng benua Australia dan Asia
Tenggara memungkinkan para biawak bergerak
menuju wilayah yang dikenal sebagai Indonesia
sekarang. Komodo diyakini berevolusi dari
nenek-moyang Australianya pada sekitar 4 juta
tahun yang lampau, dan meluaskan wilayah
persebarannya ke timur hingga sejauh Timor.
Perubahan-perubahan tinggi muka laut
semenjak zaman Es telah menjadikan agihan
komodo terbatas pada wilayah sebarannya yang
sekarang.
6.Hubungan antara Komodo dan manusia
Koin Rupiah Indonesia yang bergambar Komodo.
7.Penemuan Komodo
Komodo pertama kali didokumentasikan oleh
orang Eropa pada tahun 1910. Namanya meluas
setelah tahun 1912, ketika Peter Ouwens,
direktur Museum Zoologi di Bogor,
menerbitkan paper tentang komodo setelah
menerima foto dan kulit pecime ini.Nantinya,
komodo adalah pecim pendorong dilakukannya
ekspedisi ke pulau Komodo oleh W. Douglas
Burden pada tahun 1926. Setelah kembali
dengan 12 spesimen yang diawetkan dan 2 ekor
komodo hidup, ekspedisi ini memberikan
inspirasi untuk film King Kong tahun 1933. W.
Douglas Burden adalah orang yang pertama
memberikan nama “Komodo dragon” kepada
hewan ini. Tiga dari pecimen komodo yang
diperolehnya dibentuk kembali menjadi hewan
pajangan dan hingga kini masih disimpan di
Museum Sejarah Alam Amerika.
8. Penelitian Tentang Komodo
Orang Belanda, karena menyadari berkurangnya
jumlah hewan ini di alam bebas, melarang
perburuan komodo dan membatasi jumlah hewan
yang diambil untuk penelitian ilmiah. Ekspedisi
komodo terhenti semasa Perang Dunia II, dan
tak dilanjutkan sampai dengan tahun 1950an
dan ‘60an tatkala dilakukan penelitianpenelitian
terhadap perilaku makan, reproduksi
dan temperatur tubuh komodo. Pada tahuntahun
itu, sebuah ekspedisi yang lain
dirancang untuk meneliti komodo dalam jangka
panjang. Tugas ini jatuh ke tangan keluarga
Auffenberg, yang kemudian tinggal selama 11
bulan di Pulau Komodo di tahun 1969. Selama
masa itu, Walter Auffenberg dan Putra
Sastrawan sebagai asistennya, berhasil
menangkap dan menandai lebih dari 50 ekor
komodo. Hasil ekspedisi ini ternyata sangat
berpengaruh terhadap meningkatnya
penangkaran komodo. Penelitian-penelitian
yang berikutnya kemudian memberikan
gambaran yang lebih terang dan jelas mengenai
sifat-sifat alami komodo, sehingga para biolog
seperti halnya Claudio Ciofi dapat melanjutkan
kajian yang lebih mendalam.
9.Balai Konservasi Komodo
Dua ekor komodo di Pulau Komodo
Biawak komodo merupakan spesies yang rentan
terhadap kepunahan, dan dikatagorikan sebagai
spesies Rentan dalam daftar IUCN Red
List.Sekitar 4.000–5.000 ekor komodo
diperkirakan masih hidup di alam liar. Populasi
ini terbatas menyebar di pulau-pulau Rinca
(1.300 ekor), Gili Motang (100), Gili Dasami
(100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin
sekitar 2.000 ekor).Meski demikian, ada
keprihatinan mengenai populasi ini karena
diperkirakan dari semuanya itu hanya tinggal
350 ekor betina yang produktif dan dapat
berbiak.Bertolak dari kekhawatiran ini, pada
tahun 1980 Pemerintah Indonesia menetapkan
berdirinya Taman Nasional Komodo untuk
melindungi populasi komodo dan ekosistemnya
di beberapa pulau termasuk Komodo, Rinca, dan
Padar.
Belakangan ditetapkan pula Cagar Alam Wae
Wuul dan Wolo Tado di Pulau Flores untuk
membantu pelestarian komodo. Namun pada sisi
yang lain, ada bukti-bukti yang menunjukkan
bahwa komodo, setidaknya sebagian, telah
terbiasa pada kehadiran manusia. Komodokomodo
ini terbiasa diberi makan karkas hewan
ternak, sebagai atraksi untuk menarik turis
pada beberapa lokasi kunjungan.
Aktivitas vulkanis, gempa bumi, kerusakan
habitat, kebakaran (populasi komodo di Pulau
Padar hampir punah karena kebakaran alami,
berkurangnya mangsa, meningkatnya
pariwisata, dan perburuan gelap; semuanya
menyumbang pada status rentan yang
disandang komodo. CITES (the Convention on
International Trade in Endangered Species)
telah menetapkan bahwa perdagangan komodo,
kulitnya, dan produk-produk lain dari hewan ini
adalah ilegal.
Meskipun jarang terjadi, komodo diketahui
dapat membunuh manusia. Pada tanggal 4 Juni
2007, seekor komodo diketahui menyerang
seorang anak laki-laki berumur delapan tahun.
Anak ini kemudian meninggal karena
perdarahan berat dari luka-lukanya. Ini adalah
catatan pertama mengenai serangan yang
berakibat kematian pada 33 tahun terakhir.
10.Penangkaran Komodo
Komodo di Kebun Binatang Toronto
Telah lama komodo menjadi tontonan yang
menarik di berbagai kebun binatang, terutama
karena ukuran tubuh dan reputasinya yang
membuatnya begitu populer. Meski demikian
hewan ini jarang dipunyai oleh kebun binatang,
karena komodo rentan terhadap infeksi dan
penyakit akibat parasit, serta tak mudah
berkembang biak.
Komodo yang pertama dipertontonkan adalah
pada Kebun Binatang Smithsonian di tahun
1934, namun hewan ini hanya bertahan hidup
selama dua tahun. Upaya-upaya untuk
memelihara reptil ini terus dilanjutkan, namun
usia binatang ini dalam tangkaran tak begitu
panjang, rata-rata hanya 5 tahun di kebun
binatang tersebut. Penelitian yang dilakukan
oleh Walter Auffenberg di atas, yang hasilnya
kemudian diterbitkan sebagai buku “The
Behavioral Ecology of the Komodo Monitor”,
pada akhirnya memungkinkan pemeliharaan dan
pembiakan satwa langka ini di penangkaran.
Telah diamati bahwa banyak individu komodo
yang dipelihara memperlihatkan perilaku yang
jinak untuk jangka waktu tertentu. Dilaporkan
pada banyak kejadian, bahwa para pawang
komodo berhasil membawa keluar komodo dari
kandangnya untuk berinteraksi dengan
pengunjung, termasuk pula anak-anak di
antaranya, tanpa akibat yang membahayakan
pengunjung.Komodo agaknya dapat mengenali
orang satu persatu. Ruston Hartdegen dari
Kebun Binatang Dallas melaporkan bahwa
komodo-komodo yang dipeliharanya bereaksi
berbeda apabila berhadapan dengan pawang
yang biasa memeliharanya, dengan pawang lain
yang kurang lebih sudah dikenal, atau dengan
pawang yang sama sekali belum dikenal.
Penelitian terhadap komodo peliharaan
membuktikan bahwa hewan ini senang bermain.
Suatu kajian mengenai komodo yang mau
mendorong sekop yang ditinggalkan oleh
pawangnya, nyata-nyata memperlihatkan bahwa
hewan itu tertarik pada suara yang
ditimbulkan sekop ketika menggeser sepanjang
permukaan yang berbatu. Seekor komodo betina
muda di Kebun Binatang Nasional di
Washington, D.C. senang meraih dan
mengguncangkan aneka benda termasuk patungpatung,
kaleng-kaleng minuman, lingkaran
plastik, dan selimut. Komodo ini pun senang
memasuk-masukkan kepalanya ke dalam kotak,
sepatu, dan aneka obyek lainnya. Komodo
tersebut bukan tak bisa membedakan bendabenda
tadi dengan makanan; ia baru
memakannya apabila benda-benda tadi dilumuri
dengan darah tikus. Perilaku bermain-main ini
dapat diperbandingkan dengan perilaku bermain
mamalia.
Catatan lain mengenai kesenangan bermain
komodo didapat dari Universitas Tennessee.
Seekor komodo muda yang diberi nama "Kraken"
bermain dengan gelang-gelang plastik, sepatu,
ember, dan kaleng, dengan cara mendorongnya,
memukul-mukulnya, dan membawanya dengan
mulutnya. Kraken memperlakukan benda-benda
itu berbeda dengan apa yang menjadi
makanannya, mendorong Gordon Burghardt –
peneliti– menyimpulkan bahwa hewan-hewan ini
telah mementahkan pandangan bahwa permainan
semacam itu adalah “perilaku predator
bermotif-pemangsaan”.
Komodo yang nampak jinak sekalipun dapat
berperilaku agresif secara tak terduga,
khususnya apabila teritorinya dilanggar oleh
seseorang yang tak dikenalnya. Pada bulan
Juni 2001, serangan seekor komodo
menimbulkan luka-luka serius pada Phil
Bronstein -- editor eksekutif harian San
Francisco Chronicle dan bekas suami Sharon
Stone, seorang aktris Amerika terkenal --
ketika ia memasuki kandang binatang itu atas
undangan pawangnya. Bronstein digigit komodo
itu di kakinya yang telanjang, setelah si
pawang menyarankannya agar membuka sepatu
putihnya, yang dikhawatirkan bisa memancing
perhatian si komodo.Meski pria itu berhasil
lolos, namun ia membutuhkan pembedahan untuk
menyambung kembali tendon ototnya yang
terluka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar